Tuesday, 19 January 2016

TIDAK TAHU adalah Ciri Orang Berpengetahuan


Menjawab "saya tidak tahu" ketika diberikan suatu pertanyaan yang betul-betul tidak diketahui, bukanlah sesuatu yang aib. Suatu ketika, Rasulullah saw. pernah ditanya seseorang tentang tempat yang paling buruk di dunia. Beliau tidak sungkan menjawab "saya tidak tahu" (laa adrii), sampai akhirnya datanglah wahyu kepada beliau yang memberitahukan bahwa tempat terburuk adalah pasar. (al-Faqîh wa al-Mutafaqqih, jilid 2 hal. 361)

Akan tetapi, pada masa sekarang ada yang mengira bahwa jika seseorang tidak tahu, lalu ia berterus terang mengatakan “saya tidak tahu“, maka sederet stigma negatif akan menempel kepadanya, seperti kurang pengetahuan, bodoh, kuper dan sebagainya.

Para ulama terdahulu tidak pernah malu berterus terang jika mereka benar-benar tidak tahu. Mereka tahu, bahwa konsekwensi berfatwa tidak didasari ilmu adalah berat. Sifat mereka yang hati-hati inilah yang justru menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang berilmu.

'Uqbah bin Muslim meriwayatkan bahwa ibnu Umar pernah ditanya tentang sesuatu. Kemudian beliau menjawab "Aku Tidak Tahu". Akan tetapi, beliau terus didesak dengan pertanyaan tersebut, kemudian ibnu Umar berkata: "Apakah kalian ingin menjadikan aku sebagai penanggung jawab penghuni neraka karena aku telah memberi fatwa dalam masalah ini?" Mengenai sikap ibnu Umar ini, Marwan al-Ashfar berkata: "Sebaik-baik jawaban ibnu Umar ketika beliau tidak tahu adalah "Aku tidak tahu." Ibnu Abbas berkata: "Ketika seorang berilmu menjawab "tidak tahu" atas pertanyaan hal yang tidak diketahuinya, maka ia telah memberi jawaban yang benar." (al-Faqîh wa al-Mutafaqqih, jilid 2 hal. 365)

Dirwayatkan juga oleh Ibnu Mahdi bahwa seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik. Akan tetapi tidak satu pertanyaan pun dijawab oleh beliau, sehingga lelaki itu berkata:“Aku telah melakukan perjalanan selama 6 bulan, diutus oleh penduduk bertanya kepadamu, apa yang hendak aku katakan kepada mereka?“ Imam Malik menjawab, “katakan bahwa Malik tidak bisa menjawab!“ (Al Maqalat Al Kautsari, 398).
Malik bin Anas pernah mendengar bahwa Abdullah bin Yazid berkata: "Seorang yang alim hendaklah mewariskan jawaban "tidak tahu" kepada para pengikut majlisnya, dan "tidak tahu" menjadi dasar utama dalam menjawab pertanyaan yang belum diketahuinya." (al-Faqîh wa al-Mutafaqqih, jilid 2 hal. 367)

Abu Hanifah, Imam Madzhab paling tua dari empat madzhab juga pernah ditanya 9 masalah, semua dijawab dengan “la adri”. (lihat, Al Faqih wa Al Mutafaqqih, 2/171).
Asy-Sya'bi berkata: "Tidak tahu adalah setengah dari ilmu pengetahuan." 

Kedudukan seorang alim tidak akan jatuh dengan mengatakan “saya tidak tahu“ terhadap hal-hal yang tidak ia ketahui. Ini justru menunjukkan ketinggian kedudukannya, keteguhan agamanya, takutnya kepada Allah Ta’ala, kesucian hatinya, serta kebaikan niatnya. Orang yang lemah agamanya akan merasa berat melakukan hal itu. Karena ia takut jatuh martabatnya di depan para hadirin, tetapi tidak takut jatuh dalam pandangan Allah. Ini menunjukkan kebodohan dan keringkihan diennya“. (Faidh Al Qadir, 4/387-388).
Oleh karena itu, janganlah sungkan-sungkan menjawab "Aku tidak tahu" jika benar-benar tidak tahu.

No comments:

Post a Comment

top social

top navigation

About me